Menurut Ketua Perhimpunan Nefrologi
Indonesia (PERNEFRI) dr. Dharmeizar, hipertensi merupakan salah satu faktor
penyebab penyakit ginjal kronik (PGK). Selain hipertensi, PGK juga dapat
disebabkan oleh diabetes mellitus, serta penyakit lain yang berhubungan dengan
ginjal, antara lain batu ginjal yang tidak disembuhkan, penyakit ginjal
polikistik, dan glomerulonefritis kronik.
PGK merupakan penyakit dengan
prevalensi yang cukup tinggi di Indonesia, yaitu berdasarkan data survei yang
dilakukan PERNEFRI baru-baru ini mencapai 30,7 juta penduduk. PGK berbeda
dengan penyakit ginjal lainnya seperti batu ginjal ataupun infeksi saluran
kemih akibat berkurangnya fungsi ginjal. PGK merupakan penurunan fungsi ginjal
perlahan namun pasti sehingga pada suatu saat tertentu akan mengakibatkan gagal
ginjal.
Namun dapat juga ditandai dengan LFG
yang kurang dari 60 mL permenit untuk lebih dari 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.
Pengobatan untuk PGK pada stadium
tahap akhir, kata Dharmeizar, memerlukan terapi pengganti ginjal, diantaranya
hemodialisis atau cuci darah, peritoneal dialisis, hingga transplantasi ginjal.
"Untuk mengatasi penyakit ginjal
kronik tentunya harus ada penambahan penyebaran sentral pengobatan, namun
pencegahanlah yang paling penting," tandasnya.
Karena pengobatan penyakit ginjal
kronis itu sangat mahal. Bayangkan, pertahun untuk hemodialisis menghabiskan Rp
50 hingga Rp 80 juta, transplantasi ginjal mencapai Rp 250 sampai Rp 350 juta,
pertahunnya butuh perawatan lagi yang mencapai Rp 75 hingga Rp 150 juta,"
katanya.